Sudah sejak dulu kala harga rumah di kawasan Menteng, Jakarta Pusat terkenal selangit. Bahkan, sampai-sampai Tatler Asia pun memasukkan Menteng dalam daftar 7 kawasan eksklusif termahal di Asia.
Rumah-rumah yang lokasinya dekat dengan Stasiun MRT yang notabene menjadi incaran para kaum urban, seperti di Blok M, Fatmawati, Cipete, atau Lebak Bulus, pun masih belum bisa menyaingi kisaran harga rumah di Menteng. Harga rumah di kawasan Menteng sendiri berkisar antara Rp 60-100 juta per meter persegi.
Sedangkan harga rumah di kawasan Fatmawati yang ditawarkan hanya berkisar antara Rp 20-40 juta per meter persegi saja. Bedanya bisa sampai 5x lipatnya guys.
Terkait dengan hal ini, Panangian Simanungkalit seorang pengamat sekaligus Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI) memaparkan, sudah merupakan sejarah masa lalu bahwa Menteng merupakan kawasan elite dan tempat bagi warga yang memiliki jabatan tinggi.
“Jadi Menteng itu sebenarnya dari dulu adalah daerah elite yang paling awal, sejak zaman penjajahan Belanda,” jelas Panangian, Selasa (11/01/2022).
Lebih lanjut, blio menjelaskan bahwa ada tiga pembagian kelas di sektor perumahan, yaitu primary area, secondary area dan thirdary area.
Menteng sendiri merupakan kawasan primary area, untuk secondary area ditempati oleh Kebayoran Baru dan Fatmawati berada di kelas thirdary area.
Sementara, dengan adanya pembangunan fasilitas transportasi umum dan infrastuktur lainnya, maka pada akhirnya daerah Fatmawati masuk ke dalam kelas secondary area belum lama ini.
Namun, hal itu ternyata masih belum bisa menggantikan pamor kawasan Menteng. Bahkan, harga rumah di daerah Menteng diperkirakan tetap akan menjadi yang paling tinggi di antara yang lain sampai kapan pun.
Tidak hanya itu, dengan sendirinya target pasar properti di setiap kawasan juga telah terbagi, sehingga diperkirakan tidak akan ada pergeseran kelas perumahan yang mengacu pada lokasi.
“Kecuali terjadi banjir besar atau gempa bumi, tapi itu pun biasanya tidak akan membuat perubahan. Jadi ada kawasan yang menyediakan fasilitas seperti MRT itu hanya menambah demand orang lari kesitu, tapi tidak memberikan efek pada kelas,” tandas Panangian.
Disadur dari kompas.com