Ridi Ferdiana, seorang pakar Teknologi Informasi Universitas Gadjah Mada (UGM) menilai aktivitas jual beli tanah virtual di Metaverse memiliki peluang untuk menjadi wahana investasi yang menjanjikan di masa depan.
“Jika dibandingkan dengan kenaikan tanah di kondisi nyata tentu ini sangat menjanjikan tetapi apakah memang aman dan ada peminat yang bersedia membeli itu cerita yang berbeda,” ungkap Ridi.
Potensi itu ada mengingat semakin berkembangnya para pengguna metaverse (dunia komunitas virtual tanpa akhir yang saling berhubungan), menurut Ridi.
Seiring perkembangan itu, beragam lokasi menarik seperti situs sejarah dan budaya, universitas, hingga point of interest lain diperjual belikan dalam bentuk tanah virtual.
“Kenaikan (nilai tanah virtual) yang dijanjikan juga menjanjikan,” ungkap dia.
Ia mencontohkan lokasi lahan virtual UGM yang saat ini di Next Earth nilainya melambung tinggi menjadi 382,64 USDT (mata uang Crypto) di mana sebelumnya hanya bernilai 0.1 USDT, itu berarti mengalami 382.000 persen kenaikan investasinya
Pengamatan ANTARA melalui situs Nextearth.io, beberapa lahan virtual yang tepat berada di peta digital lokasi beberapa kawasan atau aset penting di Yogyakarta juga telah laku terjual senilai mata uang kripto,
Beberapa di antaranya yakni lahan virtual di lokasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY terjual senilai 6,19 USDT, Kompleks Museum Benteng Vredeburg terjual 15,17 USDT, serta Kompleks Gedung Agung Yogyakarta terjual senilai 36,84 USDT.
Lahan virtual di lokasi Kepatihan atau Kantor Gubernur DIY dan Alun-alun Utara masing-masing terjual 17.39 USDT dan 244.51 USDT.
Dengan animo pembelian lahan virtual tersebut tidak menutup kemungkinan akan muncul bisnis kredit kepemilikan lahan atau aset virtual layaknya sistem kredit kepemilikan rumah (KPR) di masa yang akan datang, menurut Ridi.
“Konsep KPR akan sangat mungkin terjadi di sini tetapi bukan mencicil tetapi memiliki sebagian kecil dari landmark yang ada misalnya satu per 10 gedung UGM,” ujar dia.
Keamanan aset virtual yang ada di Next Earth, kata Ridi, didasarkan pada konsep teknologi Blockchain. Layaknya membeli motor, Kamu pasti akan mendapatkan bukti kepemilikan berupa Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) yang tercatat.
Nah, menurut blio juga sama, dengan membeli tanah virtual akan Kamu memiliki bukti kepemilikan berupa Non Fungible Token (NFT) yang mencegah aset disalin dan diperbanyak.
“Legalisasinya saat ini memang belum diatur sepenuhnya untuk aset virtual ini. Tetapi mengacu pada statemen bank sentral Indonesia, uang kripto adalah komoditas digital yang perlu dikaji kredibilitasnya,” ujar dia.
Disadur dari republika.co.id