Bandara yang belum lama ini diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada Agustus 2020 silam untuk menggantikan operasional Bandara Adisutjipto, yakni Bandara Kulon Progo atau Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) digadang-gadang sebagai salah satu bandara terbaik di Indonesia saat ini.
Bandara YIA dirancang oleh Benyamin Aris, Senior Designer PT. Grha Matra Disain Indonesia (GMDI). Menurut Ben, sapaan akrabnya, perancangan desain Bandara YIA memadukan aspek teknis dan filosofis yang kuat terkait kearifan budaya lokal. Nilai filosofis yang menjadi ciri khas bandara dan daya tarik bagi penumpang.
“Setelah kita bicara masalah teknis, kita membicarakan sesuatu yang menarik untuk penumpang atau yang kita sebut dengan passenger experience, baik itu secara direct atau secara semiotik,” ujar Ben dalam acara Talkshow Budaya dan Warna Bandara Kulon Progo, Jumat (4/6/2021).
Konsep ‘Jogja Renaissance’
Ben mengaku salah satu tantangan terbesar bagi pihaknya adalah menerjemahkan konsep ‘Jogja Renaissance’ yang digagas oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X di samping filosofi dasar ‘Memayu Hayuning Bawana’ yang berarti ‘membuat sesuatu yang indah dari sesuatu yang indah’ yang menjadi patokan filosofis perancangan bandara.
“Sri Sultan mengungkapkan pada saya, ‘sari akar budaya Yogyakarta yaitu istimewa. Kita mencari sesuatu kebaruan dari akar budaya kita sendiri.’ Itu pesan Ngarso Dalem ke saya. Jogja bukan kemudian harus tampil sebagai Keraton, tapi harus sebagai ‘Jogja Renaissance’,” ungkap Ben.
Dalam perancangan aspek filosofis, Ben mengaku oleh lagu yang dibawakan oleh Jogja Hip Hop Foundation yang berjudul ‘Jogja Istimewa’. Berangkat dari situ, Ben bersama timnya memikirkan desain yang menerapkan gaya baru dalam bepergian, baik secara teknis maupun passenger experience .
Kemudian muncullah nilai-nilai filosofis yang menjadi kunci bagi Ben dan tim untuk merancang Bandara YIA sesuai kearifan lokal Yogyakarta. Nilai-nilai filosofis itu di antaranya ialah batik, keramahan tradisional dalam kemewahan modern, atmosfer yang berlimpah, serta integrasi teknologi, operasi dan pelayanan.
Ben mengaku bahwa banyak unsur seni yang diterapkan dalam proses perancangan Bandara YIA. Interpretasi filosofis yang sarat nilai seni itu kemudian diterjemahkan dalam perencanaan bandara yang diposisikan sebagai gerbang masuk.
“Bandara ini posisinya di mana, apakah di dalam atau luar rumah utama (keraton), karena ini konsepnya adalah gerbang, maka kami mengartikan Bandara Kulon Progo ini adalah gerbang untuk masuk ke Yogyakarta. Setiap penumpang akan menginterpretasikan bahwa ‘saya akan menuju rumah seperti ini’, sehingga simbol-simbol yang erat dengan nilai lokalitas kita berikan di bandara,” ujar Ben.
“Ketika kita berada di terminal Bandara YIA, kita tidak merasakan full berada di Jogja, tapi kita merasakan ada di Kulon Progo yang akan menuju ke Jogja, itu yang kita buat,” imbuhnya.
beberapa simbol bernilai lokalitas yang berada dalam desain Bandara YIA di antaranya yakni suasana suasana pesisir pantai, artwork aktivitas desa setempat, kekayaan alam, hingga ornamen batik.
Pemilihan Warna yang Tidak Sembarangan
Soal warna, Ben juga mengaku bahwa pihaknya tidak asal-asalan dalam memilih warna. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan warna desain interior maupun eksterior agar penumpang dapat merasakan kenyamanan selama di bandara.
“Ada tiga warna logo Keraton Yogyakarta dan Pakualaman yang kita gunakan sebagai dasar, yakni merah, kuning, dan hijau. Selain itu ada warna alam, seperti warna pasir, gunung, hingga hijau sawah yang digabungkan dalam pemilihan unsur-unsur warna,” ujar Ben.
“Banyak yang harus dipertimbangkan sebelum ditentukan mana yang dominan, sub dominan, dan mana yang aksen. Kemudian dimainkan biramanya dalam warna, tekstur, dan material sehingga elemen itu tidak bicara sendiri-sendiri, melainkan bicara dalam sebuah harmoni,” imbuhnya.
Disadur dari pingpoint.co.id