Pemerintah Resmi Gunakan Teknologi 3D Printing untuk Bangun Rumah Khusus

Tahun 2022 ini, Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) resmi menggunakan teknologi 3D printing atau cetak tiga dimensi untuk pembangunan rumah khusus (rusus).  

Iwan Suprijanto selaku Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR menyebutkan, teknologi 3D printing ini sudah dilakukan uji coba pada program rumah tapak di Yogyakarta.

Teknologi 3D printing ini sangat membantu dalam mewujudkan pembangunan perumahan. Selain lebih efisien dalam hal waktu pengerjaan, teknologi ini juga efisien dalam soal biaya, dan tenaga kerja.

Menurut blio, saat ini kurang lebih terdapat 23 juta pekerjaan yang akan digantikan secara otomasi pada tahun 2030 mendatang.

Kendati demikian, akan ada sebanyak 27-46 juta pekerjaan baru dan 10 juta di antaranya adalah jenis pekerjaan yang sebelumnya belum pernah ada.

Hal ini tidak berarti kehadiran Artificial Intelligence (AI), Drones, dan Robotics akan menggantikan peran manusia seluruhnya. Sebaliknya ini akan menjadi cambuk bagi para insinyur dan pekerja konstruksi untuk terus meningkatkan kompetensinya.

“Industri konstruksi merupakan industri yang masih rendah dalam proses digitalisasinya (smart contrusction). Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor terutama kemampuan digital yang masih rendah,” paparnya. 

Kondisi kurangnya SDM khususnya tenaga insinyur mengakibatkan rendahnya digitalisasi dalam sektor konstruksi. Dari seluruh tenaga kerja konstruksi yang sebanyak 8,2 juta orang, di antaranya merupakan SDM kurang memiliki keahlian.

Kondisi inilah yang membuat Indonesia berada di posisi paling rendah dalam pemenuhan kebutuhan Insinyur dari beberapa negara di ASEAN.

Kurun 2020-2024, Direktorat Jenderal Perumahan menargetkan pembangunan 10.000 unit rumah khusus, 51.340 unit rumah susun, 813.660 unit rumah swadaya, 262.345 unit PSU perumahan.

“Untuk mencapai target Program Perumahan tersebut kami membutuhkan insinyur yang tersertifikasi,” ujarnya.

Ke depan, Direktorat Jenderal Perumahan pun juga akan mengevaluasi program sejuta rumah menjadi 1,5 juta hingga 2 juta per tahunnya. Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan dengan backlog yang tiap tahun terus bertambah.

Disadur dari kompas.com



Bergabunglah dengan Diskusi

Compare listings

Membandingkan