Jika BBM Naik, Produksi Rumah Subsidi Bisa Makin Tertekan

Sinyal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) makin menguat, hal ini bikin para developer properti menjadi ketar-ketir lantaran ongkos produksi yang berpotensi semakin melambung.

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) cemas kenaikan harga BBM yang berdampak pada harga jual bahan bangunan akan membekukan industri perumahan, terutama rumah sederhana atau rumah subsidi.

Junaidi Abdillah selaku Ketua Umum DPP Apersi menyampaikan, saat ini bahan baku material sudah cukup menekan produksi, belum lagi soal harga rumah subsidi yang hampir 3 tahun ini belum mengalami kenaikan. 

“Itu yang kita khawatirkan, rumah subsidi hampir 3 tahun tidak ada kenaikan, sedangkan material tidak akan bisa dibendung karena situasi dan kondisi,” ungkap Junaidi ketika dihubungi, Senin (30/8/2022).

Namun, Junaidi memastikan developer akan berupaya berinovasi agar pengadaan rumah tetap beroperasi menyesuaikan dengan Rancangan Anggaran Biaya (RAB) yang terbatas. 

Yang menjadi problem adalah ketika RAB tak dapat mencukupi. Junaidi menganggap, hal ini malah akan menghentikan industri properti, terutama rumah subsidi yang harganya sudah dipatok pemerintah. 

Di sisi lain, Junaidi tak dapat menampik efek kenaikan harga BBM akan langsung terasa. Apalagi jika tidak disertai dengan penyesuaian harga rumah, maka produksi rumah bisa benar-benar mandek.

“Ini harus segera ada campur tangan pemerintah terkait tidak terbendungnya material-material naik akibat kenaikan harga minyak,” ungkapnya. 

Dampak lanjutannya pun juga dapat terasa pada daya serap masyarakat untuk melakukan pembelian rumah yang  dinilai tak dapat terlaksana secara optimal. Selain itu, saat ini developer rumah subsidi hanya mampu bertahan untuk menyelesaikan kewajiban kepada perbankan, karyawan, serta biaya maintenance.

Sebelumnya, disebutkan dalam laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) kelompok bangunan atau konstruksi per Juli 2022 mengalami pertumbuhan sebesar 0,64 persen dari bulan sebelumnya.

Kenaikan harga bangunan secara tahunan tercatat hingga 5,88 persen year on year (YoY). Kenaikan harga pada solar dengan andil 0,23 persen mendorong kenaikan harga aspal dan semen sebesar 0,17 persen, serta pasir sebesar 0,06 persen.

Harga Bahan Bangunan 

Hal senada juga diutarakan oleh Panangian Simanungkalit, Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI). Blio juga turut memproyeksi efek kenaikan BBM pada sektor properti.

Kondisi ini merupakan cost push inflation, di mana kenaikan BBM berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi bahan-bahan bangunan, termasuk biaya ongkos kirim atau transportasi, menurut Panangian

“Kalau kenaikan BBM sekitar 10-20 persen, maka harga bahan bangunan bisa naik 8-12 persen. Dampak tinggi akan terasa terhadap bahan material besi beton, semen, kaca, dan sebagainya,” kata Panangian. 

Namun, di tengah pemulihan ekonomi saat ini Panangian melihat pihak developer tak akan asal-asalan menaikkan harga lantaran bisa memberikan efek negatif terhadap penjualan. Artinya, proses pemulihan sektor perumahan dan properti tidak akan terganggu secara signifikan.

Menurutnya developer dan perbankan sudah sarat akan pengalaman dalam menyiasati kondisi-kondisi seperti ini. 

“Pengembang harus menurunkan profit marginnya untuk menjaga agar penjualan tidak menurun,” ungkapnya.

Sama halnya dengan pihak perbankan yang akan mengakali kenaikan BBM dan kenaikan tingkat bunga BI 7 Days Repo Rate (BI7DRR).

Panangian menilai perbankan bakal menurunkan profit margin guna menjaga keberlangsungan pemulihan pasar perumahan yang sedang berjalan saat ini. 

Disadur dari bisnis.com

Bergabunglah dengan Diskusi

Compare listings

Membandingkan