Mengenal Sistem Pondasi Cakar Ayam Asli Ciptaan Anak Bangsa yang Mendunia

Sistem pondasi Cakar Ayam banyak diterapkan dalam pembangunan. Penemunya adalah salah satu tokoh insinyur sipil Indonesia, yaitu Prof. Ir. Sedyatmo Dr HC.

Harian Kompas, 2 Maret 1974 menyebutkan, ide pondasi cakar ayam ini bermula ketika Sedyatmo menjabat sebagai Direktur Konstruksi PLN. Ketika itu PLN harus mendirikan jaringan listrik dari Ancol ke proyek Asian Games pada masa kepresidenan bung Karno.

Pembangunan tersebut membuatnya harus menancapkan sejumlah tiang listrik tegangan tinggi di Ancol. Tetapi, struktur tanah ancol yang lembek menjadi kendala pembangunan tersebut. Lapisan terkuat pun berada 25 meter di bawah permukaan tanah. Jika menggunakan cara biasa, maka pondasi tiang tersebut harus diberi beton sepanjang 25 meter.

Ketika sedang merenungkan kendala tersebut, Sedyatmo pun mendapatkan ilham dari pohon kelapa tinggi yang ia lihat di Pantai Cilincing. Meski diterpa angin kencang, pohon ini tetap berdiri tegak tak tergoyahkan. Lalu, ia pun membuat rancangan pondasi yang mirip dengan akar-akar.

Akar ini terdiri dari beberapa pipa beton yang cukup panjang dan ditanam di dalam tanah. Pipa-pipa tersebut saling terhubung satu sama lain dengan sebuah plat beton yang dipasang di atasnya. Pipa ini kemudian ditautkan ke kerangka plat beton dengan baja pengait. Plat beton inilah yang menjadi landasan bagi tiang listrik tersebut.

Percobaannya berjalan dengan sukses dan dikembangkan menjadi konstruksi jalan raya, lantaran bisa dibuat di bawah air dan di atas empang ikan.

Sistem pondasi ciptaan Sedyatmo ini cocok diterapkan di jalan kereta api, jalan-jalan raya, landasan pelabuhan udara, bangunan, bahkan seluruh perkotaan terlebih untuk daerah yang struktur tanahnya lembek atau berawa.

Sistem ini diunggulkan lantaran sanggup menyokong beban di tanah yang lembek. Pondasi sistem Cakar Ayam juga dapat memangkas biaya, material, serta waktu pengerjaan. Daya dukungnya lebih tinggi dan tidak membutuhkan sela-sela untuk menampung pengembangan akibat perubahan cuaca. Selain itu, sistem ini juga tidak membutuhkan drainase dan sambungan kembang susut.

Sistem ini diberi nama Cakar Ayam lantaran konstruksinya yang menyerupai cakar ayam. Jari-jari dan kuku ayam yang menusuk ke tanah dan berada di antaranya menjadi alasan nama ini dipilih.

Kesuksesan Sedyatmo dalam menciptakan konstruksi Cakar Ayam ini menarik perhatian para ahli di Perancis. Rasa penasaran yang akhirnya di follow up dengan uji skala penuh yang dilakukan dengan simulasi beban pesawat B 747 bermuatan penuh seberat 360 ton.

Uji skala ini dilaksanakan di Landasan terminal udara Cengkareng. Hasilnya dari beberapa kali percobaan, landasan dengan kosntruksi Cakar Ayam ini dapat menahan berat dan tekanan besar pesawat hingga 2000 ton.

Penemuannya ini telah dipublikasikan sejumlah majalah luar negeri seperti Le Genie Civil, Traffic Enginering, dan lain sebagainya.

Bahkan, majalah Foreign Research News pun juga menganugerahi Sedyatmo penghargaan dari Highway Research Board sebagai supporting member, seperti dilansir dari Harian Kompas, 7 April 1971. 

Pondasi Cakar Ayam ini telah diaplikasikan di sejumlah bangunan seperti, ratusan menara PLN tegangan tinggi, jalan akses Pluit-Cengkareng, apron Bandar Soekarno-Hatta, dan masih banyak lagi.

Disadur dari kompas.com

Bergabunglah dengan Diskusi

Compare listings

Membandingkan