Proses balik nama sertifikat tanah atau peralihan hak atas tanah menjadi poin yang sangat krusial dalam urusan kepemilikan tanah, supaya Kamu tidak tersandung dalam konflik yang berkepanjangan. Sebab, jika ternyata tidak sesuai prosedur, maka sangat bisa prosesnya untuk dibatalkan.
Termasuk juga apabila Kamu menggunakan jasa mafia tanah yang tentunya praktinya menyalahi aturan yang berlaku. Maka dari itu, Kamu harus teliti dan waspada ketika hendak melakukan proses balik nama sertifikat tanah serta mematuhi prosedur agar hak atas tanah memiliki kekuatan hukum tetap.
Raden Bagus Agus Widjayanto selaku Dirjen Penanganan Sengketa dan Konfik Pertanahan (PSKP) Kementerian ATR/BPN menyebutkan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kasus balik nama sertifikat tanah.
Di antaranya adalah cacat administrasi dan cacat hukum. Cacat administrasi terjadi karena adanya kekurangan atau cacat karena tidak menempuh prosedur yang telah ditentukan. Sehingga, proses balik nama sertifikat tanah bisa dibatalkan.
“Meskipun tahapan prosedur administrasi dilalui, tapi ternyata peralihan hak itu tidak didasarkan kepada dokumen-dokumen yang diperlukan, dan dokumen tersebut ternyata ilegal atau tidak absah, perbuatan hukum jual belinya juga menjadi tidak absah,” ungkap Agus dilansir dari laman Kementerian ATR/BPN, Senin (22/11/2021).
Sedangkan cacat hukum terjadi di mana dalam proses jual beli dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan.
“Jual beli bisa disebut cacat hukum atau yuridis ini bisa kami batalkan. Namun untuk bisa kami kembalikan keadaan semula, BPN akan meneliti apakah benar ada cacat di dalam administrasinya,” paparnya.
Untuk masalah ini, peran dari Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sangat diperlukan dalam membuat akta jual beli tanah, guna memastikan orang-orang yang melakukan jual beli adalah pihak-pihak yang benar.
PPAT harus memastikan pihak-pihak yang akan melakukan transaksi ketika membuat akta jual beli, apakah pihak-pihak tersebut memang memiliki hak dan wewenang untuk melakukan transaksi jual beli.
“Para pihak yang melakukan jual beli itu harus bersama dihadapan PPAT ketika membuat akta, dibacakan aktanya. Dengan demikian, para pihak benar-benar yakin kepada pihaknya,” pungkas Agus.
Disadur dari kompas.com