Memang tidak semua kebijakan pemerintah pusat dan perbankan berjalan efektif, tetapi pada kenyataannya transaksi penjualan rumah tapak di area Jabodetabek masih berjalan positif selama periode semester II-2021.
Hal ini mengingat pada masa itu ada program insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) serta relaksasi Loan To Value (LTV)/Financing To Value (FTV) terbaru Bank Sentral yang memungkinkan terwujudnya Down Payment (DP) 0 persen untuk semua fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR).
Berdasarkan laporan MarketBeat Cushman & Wakefield berjudul Greater Jakarta H2 2021, tercatat selama semester ulasan rata-rata unit yang ditransaksikan sekitar 27,1 unit per bulan per estat, kenaikan 7,6 persen secara semesteran.
Nilai penjualan rata-rata juga mengalami pertumbuhan sekitar 16 persen dari semester sebelumnya, sekitar Rp 42 Miliar per bulan per estat.
“Tangerang tetap menjadi submarket paling aktif di antara yang lainnya dengan rata-rata tingkat serapan 40,7 unit per bulan per estat, dengan Bogor-Depok di posisi kedua dengan 20,8 unit per bulan per estat,” ungkap Arief Rahardjo, Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia.
Perpanjangan program diskon PPN dari pemerintah hingga paruh kedua tahun 2021 juga terus menarik permintaan unit siap huni.
Namun, ketersediaan unit yang bisa mendapatkan insentif PPN DTP menjadi terbatas di banyak perumahan seiring dengan peningkatan permintaan.
“Karena sebagian besar unit yang ditawarkan telah terjual selama periode peluncurannya. Akibatnya, unit indent terus mendominasi transaksi yang tercatat selama periode yang diulas,” paparnya.
Seiring pelonggaran PPKM secara bertahap, aktivitas bisnis pun mulai berjalan. Bank mulai terus melonggarkan aturan KPR dan seleksi pemohon baru secara bertahap.
Namun, dampak restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh sejumlah debitur pada masa pandemi tampak pada semester ulasan.
Dimana perbankan semakin selektif dalam menerima pemohon baru untuk KPR kedua yang memiliki riwayat restrukturisasi kredit.
Tidak hanya itu, relaksasi LTV/FTV yang memungkinkan terwujudnya DP 0 persen untuk semua fasilitas KPR dari Maret hingga Desember 2021 dalam praktiknya belum nampak efektif.
“Karena banyak estat yang masih mensyaratkan DP minimal 5-10 persen untuk KPR pertama, dan DP yang lebih tinggi lagi untuk KPR kedua dan seterusnya,” kata Arief.
Pasalnya, metode pembayaran yang paling disukai dengan pangsa 74 persen pada semester ini adalah KPR. Sedangkan metode pembayaran cash keras dan angsuran tunai memiliki proporsi yang sama masing-masing sebesar 13 persen.
Sebagian besar unit yang ditransaksikan diserap oleh end user yang terus mendominasi profil pembeli selama semester tinjauan, mencapai 78 persen dari keseluruhan transaksi.
Dari segmen harga, kelas menengah dan menengah bawah masih yang paling diminati. Dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 33,3 persen dan 23,3 persen.
“Menyasar pemakai akhir keluarga muda dan lajang yang mencari rumah pertama mereka,” tandas Arief.
Disadur dari kompas.com