Besaran suku bunga acuan atau BI 7 Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) telah resmi dinaikkan oleh Bank Indonesia (BI) menjadi 3,75 persen. Besaran suku bunga acuan BI sebelumnya yakni 3,5 persen. Dengan kata lain ada kenaikan sebesar 25 basis poin (bps).
Tentunya sektor properti bakal terpengaruh dengan adanya kenaikan ini, khususnya untuk kredit pemilikan rumah (KPR).
Bambang Eka Jaya selaku Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) menyampaikan, setiap kenaikan suku bunga acuan pasti akan memberikan dampak pada meningkatnya suku bunga KPR.
“BI rate naik, suku bunga deposito/tabungan akan naik juga. Otomatis cost of money perbankan ikut naik. Ujungnya suku bunga KPR juga akan terkoreksi ke atas/naik,” ungkapnya, Rabu (24/08/2022).
Sudah tentu meningkatnya suku bunga KPR akan berpengaruh terhadap daya beli masyarakat terhadap properti. Terutama untuk rumah dengan harga di bawah Rp 1 miliar yang tergolong KPR non-subsidi.
“Pasti akan terdampak. Karena market di segmen ini adalah konsumen yang price sensitif, kenaikan suku bunga akan memengaruhi daya belinya,” terangnya.
Menurut Bambang, yang bakal paling merasakan efek dari kenaikan suku bunga acuan ini adalah konsumen dengan segmen tersebut. Umumnya adalah end user yang baru pertama kali membeli rumah. Selain itu mayoritas juga merupakan karyawan dengan gaji tetap.
“Karena sebagian dari mereka, dengan suku bunga yang berlaku sekarang saja (sebelum kenaikan) plafonnya sudah mepet,” ujarnya.
“Jadi kalau suku bunga naik, angsuran pasti naik, yang tadinya konsumen tersebut layak untuk akad jadi tidak layak,” tambahnya.
Hal ini justru berbanding terbalik dengan golongan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pasalnya, golongan MBR dapat memanfaatkan KPR subsidi sehingga efek dari kenaikan suku bunga acuan BI tidak begitu terasa.
“Kalau untuk MBR justru harga dan bunga kan disubsidi. Sepanjang tidak ada perubahan regulasi dan dana subsidinya ready ya tidak masalah,” ucap Bambang.
Untuk konsumen properti dengan range harga antara Rp 1 miliar-Rp 5 miliar ke atas juga tidak mengalami dampak begitu parah lantaran mayoritas dibeli oleh investor.
“Jadi kenaikan bunga dampaknya tidak separah konsumen end user yang berpenghasilan tetap (rumah di bawah Rp 1 miliar dengan KPR non-subsidi,” ujarnya.
Disadur dari kompas.com