Menilik Sejarah Tempat Ide Sumpah Pemuda Berkecambah, Gedung Kramat Raya 106

Sebuah gedung yang kini sudah disulap menjadi museum menjadi saksi bisu sejarah bangsa. Gedung apakah ini? Yak, ini adalah Gedung Kramat 106 yang terletak di Senen, Jakarta Pusat

Gedung inilah tempat lahirnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang menyatukan elemen penting bangsa diikrarkan. Gedung ini mulanya dimiliki oleh seorang Tionghoa bernama Sie Kong Liong, yang kemudian diresmikan menjadi Museum Sumpah Pemuda oleh Presiden ke-2 RI Soeharto pada 1974.

Ada banyak sekali informasi terpampang di dinding-dindingnya. Yang tak lupa juga sudah dilengkapi dengan layar visual touch screen biar makin gampang penjelasan apa-apa yang ada di ruangan-ruangannya.

Sejumlah diorama dan patung yang merefleksikan Kongres Pemuda II (27–28 Oktober 1928) juga menambah kesan menarik di museum ini.

Di museum ini juga di-display biola milik Wage Rudolf Soepratman. Mantan wartawan pencipta lagu kebangsaan ‘Indonesia Raya’, lagu yang mengiringi penutupan Kongres Pemuda II di pada puluhan tahun silam. Biola ini pun masih terlihat terawat baik di balik bingkai kaca.

Selain itu, ditampilkan juga patung-patung kepanduan di ruangan belakang museum ini yang menceritakan bagaimana awal mula eksitensi kepanduan yang sekarang dikenal dengan Pramuka

Lantas, gimana ceritanya gedung kos-kosan ini menjadi Museum Sumpah Pemuda?

Pada awal 1900-an mulai bermunculan perguruan-perguruan tinggi di Jakarta dan Sie Kong Liong mengubah rumahnya itu jadi kos-kosan. Banyak pelajar-pelajar dari daerah yang merantau ke Jakarta, soalnya saat itu perguruan tinggi cuma ada di Jakarta. Rumah ini resmi menjadi kos-kosan mulai tahun 1908.

Termasuk jadi tempat Kongres Pemuda II di hari terakhir. Hari di mana lahirnya Sumpah Pemuda dan lagu ‘Indonesia Raya’ diputar untuk pertama kalinya. Tempat ini dipilih lantaran dulu tempat ini juga dijadikan Indonesische Clubgebouw (Gedung Pertemuan Indonesia).

Beberapa tokoh pergerakan nasional yang pernah ‘ngekos’ di gedung itu adalah AK Gani Setiawan, M Yamin, sampai Amir Sjarifoeddin. Tapi mulai 1934, gedung ala Eropa ini sudah tak lagi menjadi kos-kosan.

Gedung itu sempat menjadi toko bunga, hotel, sampai jadi kantor bea cukai pemerintah pada 1955. Keinginan untuk menjadikan tempat ini sebagai museum muncul pada 1965, tapi baru diresmikan pada 1974.

Disadur dari nasional.okezone.com

Bergabunglah dengan Diskusi

Compare listings

Membandingkan