Tukang Bubur Naik Haji Boleh, Tapi Kalau Masuk Kompleks Boleh Gak Sih ?

Warga yang bertempat di kompleks perumahan, apalagi kelas komersial real estate, harus patuh terhadap peraturan yang telah disepakati bersama. Tak terkecuali soal pemberian izin kepada tukang bubur, tukang bakso, dan tukang-tukang lainnya untuk beroperasi di dalam kompleks perumahan.

Sebenarnya, siapa yang bikin peraturan-peraturan itu ?

Jika kompleks perumahan tersebut masih dalam pengelolaan dan tanggung jawab developer, maka semua peraturan dibuat oleh developer melalui tentakelnya yang biasa disebut town management atau estate management.

Namun, jika kompleks tersebut sudah lepas dari pengelolaan developer atau sudah mandiri, maka yang membuat semua peraturan adalah warga penghuni kompleks yang diwakilkan melalui sebuah lembaga berbentuk paguyuban atau RT/RW.

Jadi, yang membolehkan para tukang tersebut untuk beroperasi adalah pihak yang memiliki wewenang untuk menerbitkan peraturan, baik dari developer maupun penghuni kompleks tergantung dari status kompleks perumahan itu sendiri.

Oh, kirain satpam ternyata bukan ya ?

Tentu bukan, karena tugas satpam adalah menjaga keamanan kompleks perumahan dari aksi kejahatan dan tindak kriminalitas, bukan menentukan siapa saja yang boleh masuk atau bertandang.

Satpam sendiri direkrut dan digaji oleh warga kompleks yang membayar Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) tiap bulannya. IPL ini hukumnya fardu’ain alias wajib.

Jika menunggak, tentu ada sanksinya, bisa berupa denda atau bahkan unit rumahnya dipasangi plang “penunggak IPL”. Hal ini bertujuan agar warga patuh membayar IPL sehingga dananya bisa dipakai untuk  mengelola kompleks perumahan tetap bersih, terawat, dan nyaman ditempati.

Bambang Eka Jaya selaku praktisi properti sekaligus Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) menyebutkan, IPL merupakan buah kesepakatan semua warga penghuni. IPL ini mencakup sejumlah komponen yaitu biaya keamanan, kebersihan, pengelolaan sampah, dan pengelolaan lingkungan.

Mengingat setiap kompleks perumahan memiliki kebutuhan dan karakteristik berbeda, besaran nominal IPL ini juga akan berbeda di setiap kompleks perumahan.

“Setiap area berbeda-beda, tergantung luas kompleks dan jumlah rumahnya,” terang Bambang, Minggu (31/7/2022).

Bambang mencontohkan. kompleks perumahan kecil yang Ia kelola. Terdiri dari 8 kavling dan baru ada 4 unit yang berdiri.

“Karena hanya sedikit, akhirnya biaya IPL per unit sangat tinggi. Sekitar Rp 3 juta per rumah (pengelola dapat Rp 12 juta per bulan),” tambahnya.

Namun, untuk kompleks perumahan yang padat atau densitas tinggi dengan ribuan unit rumah di dalamnya, biasanya menetapkan biaya IPL terjangkau. Besarannya sekitar Rp 100.000 – 500.000 per bulan.

“Walau cuma Rp 250.000 per unit, sebulan (pengelola) bisa mengumpulkan IPL Rp 500 juta per bulan,” ungkap Bambang.

Disadur dari kompas.com

Bergabunglah dengan Diskusi

Compare listings

Membandingkan